MAKALAH HAKIKAT MANUSIA
HAKIKAT
MANUSIA
Menurut
bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang
sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu
adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Dikalangan
tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya, karena itu muncul
kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari
hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk paling
sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki
manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di
muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Jadi hakekat manusia adalah
kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diciptakan oleh
Allah SWT.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan
Umum
Pembicaraan manusia dapat ditinjau
dalam berbagai perspektif, misalnya perspektif filasafat, ekonomi, sosiologi,
antropologi, psikologi, dan spiritualitas Islam atau tasawuf, anatar lain :
a. Dalam
perspektif filsafat.
Disimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang
berpikir karena memiliki nalar intelektual. Dengan nalar intelektual itulah
manusia dapat berpikir, menganalisis, memperkirakan, meyimpulkan,
membandingkan, dan sebagainya. Nalar intelektual ini pula yang membuat manusia
dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang salah dan yang
benar.
1. Hakekat
Manusia
Pada
saat-saat tertentu dalam perjalanan hidupnya, manusia mempertanyakan tentang
asal-usul alam semesta dan asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri. Terdapat dua
aliran pokok filsafat yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme
dan Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut
Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari
mata rantai evolusi yang terjadi di
alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam
semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu
sendiri, tanpa Pencipta. Penganut aliran ini antara lain Herbert Spencer,
Charles Darwin, dan Konosuke Matsushita. Sebaliknya, Kreasionisme
menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah
ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME. Penganut aliran
ini antara lain Thomas Aquinas dan Al-Ghazali. Memang kita
dapat menerima gagasan tentang adanya
proses evolusi di alam semesta termasuk pada diri
manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan
yang menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil
evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
2. Wujud
dan Potensi Manusia.
Wujud
Manusia. menurut penganut aliran Materialisme yaitu
Julien de La Mettrie bahwa esensi manusia
semata-mata bersifat badani, esensi manusia
adalah tubuh atau fisiknya. Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan,
spiritual atau rohaniah dipandangnya hanya sebagai
resonansi dari berfungsinya badan atau
organ tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada organ
tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan hubungan antara
badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai
Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968). Bertentangan dengan
gagasan Julien de La Metrie, menurut Plato salah
seorang penganut aliran Idealisme -bahwa
esensi manusia bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah.
Memang Plato tidak mengingkari adanya
aspek badan, namun menurut dia jiwa
mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada badan.
b. Dalam
Perspektif Ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi, manusia adalah makhluk
ekonomi, yang dalam kehidupannya tidak dapat lepas dari persoalan-persoalan
ekonomi. Komunikasi interpersonal untuk memenuhi hajat-hajat ekonomi atau
kebutuhan-kebutuhan hidup sangat menghiasi kehidupan mereka.
c. Dalam
Perspektif Sosiologi.
Manusia adalah makhluk social yang sejak lahir
hingga matinya tidak pernah lepas dari manusia lainnya. Bahkan, pola hidup
bersama yang saling membutuhkan dan saling ketergantungan menjadi hal yang
dinafikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
d. Dalam
Perspektif Antropologi.
Manusia adalah makhluk antropologis yang mengalami
perubahan dan evolusi. Ia senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan yang
dinamis.
e. Dalam
Perspektif Psikologi.
Manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa. Jiwa
merupakan hal yang esensisal dari diri manusia dan kemanusiaannya. Dengan jiwa
inilah, manusia dapat berkehendak, berpikir, dan berkemauan.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan
Islam
Penciptaan
manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai
pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia
dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total bukan sekedar parsial atau
pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan
sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan, binatang, tidak mengetahui apa-apa
diluar dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki kepekaan tentang yang
sakral.
Manusia perlu mengenali hakekat
dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai alam dan jagad raya yang
maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali ke-Maha Pekasaan
Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam memahami
ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu
memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada
perintah-perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah
hakekat manusia menurut pandangan Islam:
1. Manusia
adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat
pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru,
sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan
meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang
ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena
adanya sendiri.
Firman
Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
فانا
خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air
mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan
yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman
tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa hanya
manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang
istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia
berikutnya diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang
ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di
dalam rahim.
Hakikat
pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya sebagai ciptaan
Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan merupakan alam nyata yang
konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang
bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian
dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan
tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri individu yang
berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri
masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di
dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah untuk
mengenali jati dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka
berbeda dengan yang lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
هو
الذي خلقكم من نفس واحدة
“Dialah
yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia
yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.
Di
dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan
sosialitas yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu
tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya
sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu
kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu
manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin
hubungan manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai
Allah SWT. Selain itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam
menjalani hidup bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain.
Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk agama
Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.
3. Manusia
Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia
memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu
diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan
diri dari berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan
itu merupakan hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan
Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang
lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi
sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada dalam proses penciptaan
setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan menjalani hidup di dalam
fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai berikut:
واذ
اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى
شهدنا
“Dan
ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Kesaksian
tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai individu
bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan
menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah
sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan
mengantarkannya menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya.
Komentar
Posting Komentar