MAKALAH PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
PANCASILA
SEBAGAI ETIKA POLITIK
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu: Nur Apriliya Rochimah, M.Pd.

Disusun Oleh :
Atikah (23010-15-0152)
M. Muslih (23010-15-0155)
Muhammad Agus Bastian (23010-15-0157)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum
Wr. Wb.
Puji syukur
marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat kepada
kita semua.
Shalawat serta
salam tidak lupa mari kita senandungkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kami menyusun
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila yang diampu
oleh Nur Apriliya Rochimah, M.Pd. Dalam menulis
makalah ini, kami merasa masih ada kekurangan dan kesalahan dikarenakan kami
masih dalam tahap belajar. Akan tetapi,
kami tetap berharap supaya makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Wassalamuallaikum Wr. Wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah etika
merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia, bahwa cita-cita
reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun
dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh
Orde Baru. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis,
adanya dan ditegakkannya hokum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang
bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat
yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi
yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil
reformasi atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah
"masyarakat multikultural Indonesia" dari puing-puing tatanan
kehidupan Orde Baru yang bercorak "masyarakat majemuk" (plural
society). Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika
bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman
kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud etika secara umum?
2. Apakah yang dimaksud etika pancasila?
3. Apa saja bidang etika
politik?
4. Apa pengertian dari
nilai, moral dan norma?
5. Apakah maksud dari pancasila sebagai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara RI?
6. Bagaimana etika politik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud etika
secara umum.
2. Untuk mengetahui maksud
etika pancasila.
3. Untuk mengetahui bidang
etika politik.
4. Untuk mengetahui
pengertian dari nilai, moral dan norma.
5. Untuk mengetahui maksud
dari pancasila sebagai dasar fundamental bagi bangsa dan negara RI.
6. Untuk mengetahui etika
politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Secara Umum
Dalam bentuk tunggal,
etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethos”. Dalam bentuk jamak “ta
etha” artinya adat kebiasaan.
Istilah etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau ilmu tentang
adat kebiasaan.[1]
Menurut beberapa tokoh etika didefinisikan sebagai berikut:
1. Ali
Etik diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yng berkenaan dengan
akhlak, bisa juga diartikan nilai mengandung benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Sedangkan, etika menurutnya adalah ilmu tentang yang baik dan yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral/akhlak.
2. Salam
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai ilmu dan norma
moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Ia juga mengartikan
bahwa etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia,
baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.
3. Amin
Etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
4. Thoha
Etika merupakan ilmu yang mengatur pergaulan manusia sesama mereka. Dan
juga ilmu yang dapat menentukan tujuan yang terakhir dari seluruh usaha dan
pekerjaan mereka.[2]
Dari beberapa pengertian etika diatas dapat penulis simpulkan bahwa etika
merupakan ilmu akhlak atau ilmu budi pekerti yang memberikan pengertian tentang
suatu perbuatan baik dan jelek atau buruk.
B. Etika Pancasila
Etika Pancasila yang
dijiwai nilai-nilai sila-sila Pancasila merupakan etika Pancasila, yang
meliputi:
1. Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan etika yang berlandaskan pada
kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab,
merupakan etika yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Persatuan Indonesia, merupakan etika
yang menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
4. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, merupakan etika yang menghargai kedudukan,
hak dan kewajiban warga masyarakat/warga negara, sehingga tidak memaksakan
pendapat orang lain.
5. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, merupakan etika yang menuntun manusia untuk mengembangkan sikap adil
terhadap sesama manusia, mengembangkan perbuatan-perbuatan luhur yang
mencerminkan sikapa dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.[3]
C. Bidang Etika Politik
D. Pengertian nilai, moral,
dan norma
Nilai menurut Kamus
Poerwdarminto berarti: sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H., dalam salah satu tulisannya yang
berjudul “Filsafat Pancasila” menyatakan: Nilai (value) termasuk dalam pokok
bahasan penting dalam filsafat. Persoalan nilai dibahas dalam salah satu cabang
filsafat, yaitu Aksiologi (Filsafat Nilai). Nilai biasanya digunakan untuk
menunjuk kata benda yang abstrak, yang dapat diartikan sebagai keberhargaan
(worth) atau kebaikan (good ness). Selanjutnya dikatakan, menilai berarti
menimbang, yakni suatu kegiatan manusia umtuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, yang kemudian dilanjutkan dengan memeberikan keputusan.
Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernialai positif (berguna, indah,
baik dan seterusnya) atau sebaliknya, bernilai negatif. Hal ini dihubungkan
dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa dan
kepercayaannya.[4]
Dengan demikian nilai
dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan
landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik
dsadari maupun tidak disadari.
Moral menurut Kamus
Poerwodarminta berarti: ajaran tentang baik-buruknya perbuatan dan kelakuan
(akhlak, kewajiban dan sebagainya).
Menurut Prof. Notonagono, S.H., moral (nilai kebaikan) yang bersumber pada
kehendak (karsa) manusia.[5]
Norma menurut Kamus
Poerwodarminto berarti: ukuran (untuk menentukan sesuatu): ugeran.
Dalam diktat “Kepemimpinan Kejuangan” yan dikeluarkan oleh Lembaga
Pengabdian pada masyarakat (LPM) UPN “Veteran” Jakarta tahun 1997, norma
diartikan sebagai berikut: “Petunjuk-petunjuk, kaidah-kaidah, aturan-aturan
yang mengatur tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang
merupakan kesadaran atas sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi”.[6]
E. Pancasila sebagai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara RI
1. Seorang filsuf Indonesia, Prof. Notonagoro, SH., membagi nilai dalam
tiga macam nilai pokok, yaitu:
a.
Nilai Material, apabila sesuatu itu berguna bagi unsur jasmani mnusia.
b.
Nilai Vital, jika berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
(beraktifitas).
c.
Nilai Kerohanian, apabila ia berguan bagi rohani manusia.
Nilai
Kerohanian ini dapat dibedakan lebih lanjut menjadi:
1) Nilai kebenaran atau
kenyataan, yang bersumber pada unsur akal (rasio) manusia.
2) Nilai keindahan, yang
bersumber pada unsur rasa (estetis) manusi.
3) Nilai Religius, yang
bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal dan
budi nuraninya.
Jadi, yang mempunyai
nilai itu tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda materiil) saja, tetapi juga
sesuatu yang tidak berwujud (imaterial). Bahkan sesuatu yang iamterial itu
seringkali mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia, seperti
nilai religius.
Manusia menggunakan
penilaian terhadap sesuatu yang bersifat rohaniah menggunakan budi nuraninya
dengan dibantu oleh indera, akal, perasaan, kehendak dan keyakinan.
Dalam bidang
pelaksanaannya, (operasional), nilai-nilai ini dijabarkan dalam ukuran yang
normatif, yang lazim disebut norma atau kaidah.
2. Nilai-nilai Pancasila,
sebagaimana dinyatakan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, pada hakikatnya
adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum serata watak bangsa Indonesia
yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam hubungannya dengan pengertian
nilai seperti diatas, Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai
kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan perkataan
lain, Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu didalamnya terkandung pula
nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, vital,
kebenaran/kenyataan, estetis, etis maupun nilai religius. Hal ini dapat
dibuktikan dari sila-sila Pancasila dari sila yang pertama sampai dengan kelima
yang tersusun secara sistematis, hierarkhis dan bulat utuh.
3. Nilai-nilai Pancasila
juga mempunyai sifat objektif dan sekaligus sifat subjektif
Objektif, berarti sesuai
dengan obyeknya, umum, dan universal yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri menunjukkan adanya sifat-sifat
yang abstrak, umum dan universal. Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap
ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada
bangsa lain, baik dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam
hidup keagamaan dan lain-lainnya. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945, dimana Pembukaan menurut Ilmu Hukum, memenuhi syarat sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental, tidak dapat diubah oleh orang atau lembaga manapun
kecuali pembentuk negara. Ini berarti nilai-nilai Pancasila abadi dan objektif.
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 (diperkuat oleh Ketetapan MPR No. /MPR/1973 jo.
Ketetapan MPR No. ix/MPR/1978) tetap berlaku, yang didalamnya ditegaskan, bahwa
Pembukaan UUD 1945 (yang dijiwai Pancasila) tidak dapat diubah secara hukum,
juga tidak dapat diubah oleh MPR hasil Pemilu, karena mengubah Pembukaan UUD
1945 berarti membubarkan negara (yang di proklamasikan tanggal 17 Agustus
1945).
Subjektif, yaitu
nilai-nilai Pancasila juga bersifat dalam arti keberadaan nilai-nilai itu
bergantung pada bangsa Indonesia sendiri. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sebagai hasil penilaian dan
pemikiran filsafat bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat
(padangan hidup) bangsa Indonesia yang paling sesuai, yang diyakini bangsa
Indonesia sebagai petunjuk yang paling baik, benar, adil dan bijaksana dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila
mngandung keempat macam nilai kerohanian seperti disebut diatas, yang
manifestasinya sesuai dengan sifat budi nurani bangsa Indonesia.[7]
Jadi,
nilai-nilai Pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar
serta motivasi segala perbuatannya, baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun
dalam kehidupan kenegaraan.
F. Etika Politik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan Ketetapan
MPRRI No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, bahwa etika politik dan
pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan
efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan ispirasi rakyat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih
benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika merupakan ilmu
akhlak atau ilmu budi pekerti yang memberikan pengertian tentang suatu
perbuatan baik dan jelek atau buruk.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
[1]Tukuran Taniredja, dkk, Kedudukan
dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia, (Bandung: Alfabeta,
2014), hlm. 107.
[2]Tukuran Taniredja, dkk, Kedudukan
dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia, hlm. 108.
[4]Kabul Budiyanto, Pendidikan Pancasila
Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.139-140.
[5]Kabul Budiyanto, Pendidikan Pancasila
Untuk Perguruan Tinggi, hlm. 140.
Komentar
Posting Komentar