TEORI BELAJAR HUMANISTIK
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Humanistik
Pembelajaran humanistik memandang
manusia sebagai subjek yang bebas merdekayang bebas menentukan arah hidupnya.
Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri danatas hidup orang lain.
Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama
adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi
dan antar kelompok di dalam komunitas sekolah.
Relasi ini berkembang dengan pesat dan
menghasilkanbuah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka.
Pribadi-pribadi yang berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika
berada dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian serta relasi
pribadi yang efektif.[1]
B. Awal Timbulnya Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncullah suatu
perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah
yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik,
pekerja-pekerja sosial dan konseler, bukan merupakan hasil penelitian dalam
bidang proses belajar. Gerakan ini berkembang, dan kemudian dikenal sebagai
psikologi humanistik. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang
dari sudut si pelaku, bukan dari pengamat.
Dalam dunia pendidikan aliran humanistik
muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan
dan inovasi yang terjadi selama dekade yang terakhir pada abad 20 ini pun juga
akan menuju pada arah ini. (John Jarolimak dan Clifford D
Foster, 1976, hlm 330 Dalam bukunya Wasty Soemanto, 1990)[2]
C. Teori Belajar dari Psikologi Humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang
terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan
dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik,
penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan
perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
(Hamachek, 1997: 148 Dalam bukunya Wasty Soemanto 1990: 128).[3]
D. Tokoh Teori Belajar Humanistik
Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan
Carl R. Roger adalah tiga tokoh utama dalam teori belajar humanistik. Berikut
uraian pandangan mereka.
Arthur
Combs, seorang humanis, berpendapat bahwa
perilaku batiniah, seperti perasan, persepsi, keyakinan dan maksud, menyebabkan
seseorang berbeda dengan orang lain. Untuk memahami orang lain, kita harus
melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berfikir tentang dirinya.
Pendidik dapat memahami perilaku peserta
didik jika ia mengetahui bagaimana peserta didik memersepsikan perbuatannya
pada suatu situasi. Apa yang kelihatnnya aneh bagi kita, mungkin saja tidak
aneh bagi orang lain. Dalam proses pembelajaran, menurut para ahli psikologis
humanistis, jikapeserta didik memperoleh informasi baru, informasi itu
dipersonalikan kedalam dirinya.sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa
peserta didik akan mudah belajar kalau bahan belajar disusun rapi dan
disampaikan dengan baik, karena peserta didik sendirilah yang menyerap dan
mencerna pelajaran itu.
Yang menjadi masalah dalam belajar
bukanlah bahan ajar itudisampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik
memetik arti dan makna yang terkandung didalam ajaran itu. Apabila peserta
didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan kehidupanna, pendidik boleh berbesar
hati karena misinya telah berhasil.[4]
Abraham
H. Maslow dikenal sebagai salah satu tokoh
psikologi humanistik. Karyanya dibidang ini berpengaruh dalam upaya memahami
motivasi manusia. Ia menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan
positif untuk tumbuh sekaligus kekuatan yang menghambat (Suwardi 2005: 54 Dalam
bukunyaWiji Suwarno 2006: 72).[5]
Menurut Maslow bahwa manusia memiliki
beberapa jenjang kebutuhan yang harus dipenuhi dari jenjang yang terendah
sampai yang tertinggi, kebutuhan tersebut adalah;
a. Kebutuhan fisiologis
b. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan
c. Kebutuhan akan rasa kemasyarakatan
d. Kebutuhan ingin dihargai
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan
manusia harus diperhatikan, terutama oleh pendidik saat belajar. Selain itu
perhatian dan motivasi belajar juga harus dikembangkan kebutuhan dasar.[6]
Carl R. RogersDalam
bukunya “Fredom to learn”, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar
humanistik yang penting, diantaranya adalah:
a. Manusia mempunyai kemampuan untuk
belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila
subjek meter dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya
sendiri.
c. Belajar yang menyangkut suatu perubahan
didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri
adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari
luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa
rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa
dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bila siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses
belajar.
h. Belajar atas inisiatif sendiri merupakan
cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai jika siswa
dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinnya sendiri dan penilaian diri
orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar
yang paling berguna secara sosial didalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya kedalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan
itu.
Kebutuhan
peserta didik bila terpenuhi akan membuat siswa puas untuk belajar, salah satu
cara untuk memenuhi kebutuhan siswa adalah dengan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas. Pendidik bukan sebagai subjek satu-satunya akan
tetapi sebagai fasilitator.
Pendidik
lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dan perbedaan
individual masing-masing peserta didik. Dengan mengembangkan kemampuan yang
dimiliki masing-masing individu.[7]
E. Model Pendidikan Humanistik
Berikut ini dijelaskan secara ringkas
beberapa model pembelajaran humanistik:
1. Humanizing of the classroom
Pendidikan
model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sendiri sebagai suatu
proses pertumbuhan yang sedang akan terus berubah, mengenai konsep dan
identitas diri, akan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
2. Active learning
Menjelaskan
bahwa belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat
kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar.
Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan
apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan
mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan
ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan
siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melekukan
akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran
terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif cenderung bersifat
menyenangkan, menarik dan menuntut siswa untuk cepat.
3. Quantum learning
Merupakan
cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di
dalam dan di sekitar momen belajar.Dalam prakteknya, quantum learningmengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan
potensi nalar dan emosinya secara baik, maka mereka akan mampu membuat loncatan
prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi
bagus. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus
mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga jembatan yang ada
di otak akan mampu memyerap informasi baru dan dapat terekam dengan baik.
4. The accelerated learning
Merupakan
pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam
model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas menggunakan pendekatan
Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai
learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory
adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan
mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar
dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by
problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan
refleksi).
[1]Arbayah,Model Pembelajaran Humanistik, Jurnal IAIN
Samarinda. Vol 13. No. 2. Desember 2016, hlm. 206.
[2] Ibid., 129
[3]Wasty Soemanto. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan. (Jakarta: PT. Renika Cipta). Hlm. 128
[4]Wiji suwarno. Ilmu Pendidikan. (Jogjakarta. AR-RUZZ
MEDIA. 2006). Hlm. 71-72.
[5]Ibid., hlm. 72-73
[6]Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini.
(Yogyakarta. Teras. 2012). Hlm. 236
[7]Muhammad Fathurrohman,
Sulistyorini. (Yogyakarta. Teras. 2012). Hlm. 236
Komentar
Posting Komentar